-->

Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Kubis

Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Kubis -
Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Kubis

Penyakit akar gada yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor. merupakan salah satu penyakit tular tanah yang sangat penting pada tanaman di seluruh dunia (Karling, 1968; Voorrips, 1995). Penyakit ini juga sering disebut penyakit akar pekuk (Suryaningsih, 1981; Semangun, 1989) atau penyakit akar bengkak (Djatnika, 1989; Hutagalung et al. 1989). Kerugian yang disebabkan oleh P. brassicae pada tanaman kubis-kubisan di Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Asia, dan Afrika Selatan mencapai 50-100% (Karling, 1968). Di Australia, patogen ini menyebabkan kehilangan pendapatan sebesar US$13 juta (Faggian et al., 1999), dan di Indonesia penyakit ini menyebabkan kerusakan pada kubis-kubisan sekitar 88,60% (Widodo dan Suheri, 1995).
Tingkat produksi tanaman kubis-kubisan sering kali dipengaruhi oleh serangan patogen P. brassicae yang menyebabkan bengkak pada akar. Pembengkakan pada jaringan akar dapat mengganggu fungsi akar seperti translokasi zat hara dan air dari dalam tanah ke daun. Keadaan ini mengakibatkan tanaman layu, kerdil, kering dan akhirnya mati (Karling, 1968). Jika tanah sudah terinfestasi oleh P. brassicae maka patogen tersebut akan selalu menjadi faktor pembatas dalam budi daya tanaman famili Brassicaceae karena patogen ini mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dalam tanah.
Penyakit akar gada pertama kali diketahui di Indonesia pada tahun 1950 di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pada musim hujan tahun 1975/1976 penyakit tersebut juga ditemukan di Kebun Percobaan Margahayu, Lembang (Suhardi dan Suryaningsih, 1976). Pada tahun 1988 bahkan sudah ditemukan pada tanaman petsai di Jeneponto, Sulawesi Selatan (Hutagalung et al., 1989). Saat ini penyakit tersebut telah menyebar ke daerah-daerah penghasil kubis dan tanaman dari famili Brassicaceae lainnya (Widodo dan Suheri, 1995). Patogen dapat terpencar di alam melalui tanah dengan berbagai cara atau perantara, misalnya perlengkapan usaha tani, bibit pada saat pemindahan ke lapangan, hasil panen, air permukaan, angin dan melalui pupuk kandang. Patogen juga dapat ditularkan oleh biji melalui konta-minasi permukaan biji dengan tanah yang terinfeksi. Selain itu sejumlah tanaman cruciferae liar dan beberapa tanaman inang lain yang rentan terhadap penyakit akar gada dapat menjadi tempat bertahan hidup patogen pada saat tanaman budi daya tidak ada (Karling, 1968).
Cara yang dilakukan BPTP Jawa Barat untuk mengatasi penyakit akar gada pada kubis di desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka yaitu dengan mengolah sub soil lahan. Implementasi teknologi dilaksanakan pada ketinggian 900-1200 m dpl. Implementasi teknologi dilakukan oleh empat (4) oarng petani kubis dengan luas garapan berkisar antara 0,1 - 0,3 ha. Varietas kubis yang digunakan dalam implementasi teknologi pengendalian penyakit akar gada yaitu jenis Talenta. Masing-masing lahan petani yang ditanami kubis tersebut diolah dengan dua cara yakni: 1) dengan pengolahan lahan cara petani (kedalaman olah tanah 20-25 cm) dan 2) dengan cara mengolah sub soil lahan (kedalaman olah tanah 30-40 cm). Lahan yang dipergunakan adalah bukan bekas tanaman kubis-kubisan. Sisa-sisa tanaman dikumpulkan lalu dikubur, kemudian tanah dicangkul sampai gembur. Dibuat lubang-lubang tanaman dengan jarak tanam 80 cm (antar barisan) x 40 cm (dalam barisan).
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pembumbunan dan pemupukan. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dan buatan. Pupuk kandang berupa pupuk kandang ayam dan domba 20 ton/ha. Sedangkan pupuk buatan berupa Urea sebanyak 100 kg/ha, ZA 250 kg/ha, TSP atau SP-36 250 kg/ha dan KCl 200 kg/ha. Penyiraman dilakukan tiap hari sampai kubis tumbuh normal (lilir), kemudian diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati, segera disulam dan penyulaman dihentikan setelah tanaman berumur 10-15 hari dari waktu tanam. Penyiangan dan pendangiran dilakukan bersamaan dengan waktu pemupukan pertama dan kedua. Kubis dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat. Bila pemungutan terlambat krop akan pecah dan kadang-kadang busuk. Pemungutan dilakukan dengan memotong krop berikut sebagian batang dengan disertakan 4-5 lembar daun luar, agar krop tidak mudah rusak (Setiawati, W., et al., 2007). Waktu yang tepat untuk panen kubis adalah siang hari antara pukul 09.00-15.30 dan tidak turun hujan. Kubis yang dipanen terlalu pagi masih berembun dan embun harus dihilangkan karena dapat memacu pertumbuhan jamur (Pracaya, 2003). Panen dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih. Pisau yang digunakan untuk memotong tanaman yang busuk tidak digunakan untuk memotong tanaman yang sehat. Setelah dipanen, kubis yang sehat dipisahkan dari yang sakit untuk mencegah penularan penyakit (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2003).
Melalui cara mengolah sub soil lahan dengan kedalaman olah tanah antara 30-40 cm, dapat mengendalikan persentase serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis dibandingkan dengan pengolahan lahan cara petani yakni kedalaman olah tanah antara 20-25 cm. Persentase serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis, dengan cara mengolah sub soil lahan adalah berkisar antara 9-13%, dengan rata-rata 9,25%. Sedangkan serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis, dengan pengolahan lahan cara petani adalah berkisar antara 25-38%, dengan rata-rata 31,75%. (Gambar 1). Dari gambaran angka diatas terlihat babwa dengan cara mengolah sub soil lahan dengan kedalaman olah tanah antara 30-40 cm, dapat menekan/mengurangi persentase serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis sampai 22,50%.

Gambar 1. Tingkat Serangan Penyakit Akar Gada pada Kubis, di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka,2008.
Fluktusi serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis, hasil pengamatan sejak tanaman kubis umur 30 hari setelah tanam (HST) sampai 80 HST menunjukkan bahwa, dengan cara mengolah sub soil lahan dengan kedalaman olah tanah antara 30-40 cm, dapat mengendalikan persentase serangan penyakit akar gada bila dibandingkan dengan pengolahan lahan cara petani. Persentase serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis, dengan cara mengolah sub soil lahan selalu lebih rendah, bila dibandingkan dengan dibandingkan dengan pengolahan lahan cara petani (Gambar 2).
Gambar 2. Fluktuasi Serangan Penyakit Akar Gada pada Kubis, di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, 2008.


Produktivitas tanaman kubis dengan cara mengolah sub soil lahan dengan kedalaman olah tanah antara 30-40 cm menunjukan hasil yang lebih tinggi, dibandingkan dengan pengolahan lahan dari cara petani yakni berkisar antara 31-38 ton/ha, dengan rata-rata 35,25 ton/ha. Sedangkan dengan pengolahan lahan cara petani yakni kedalaman olah tanah antara 20-25 Cm, adalah berkisar antara 24-29 ton/ha, dengan rata-rata 25,75 ton/ha (Gambar 1). Dari gambaran angka diatas terlihat babwa, dengan cara mengolah sub soil lahan dapat meningkatkan produktivitas tanaman kubis sampai 9,5 ton/ha.


Gambar 3. Produktivitas Tanaman Kubis, di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, 2008.


Sumber : http://jabar.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/14-alsin/66-pengendalian-penyakit-akar-ganda-pada-kubis

Sponsored Links

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel